Kala itu, Sunan Gunung Jati muda tengah menimba ilmu di negeri tirai bambu. Berkat sikap dan kepandaiannya membuat ia di kenal sebagai sosok ulama yang berilmu tinggi. Hingga pada suatu hari kaisar Cina penasaran akan kemampuan beliau dan mengundangnya ke istana. Selama di Cina, Sunan Gunung Jati tinggal di rumah kerabatnya karena dari kerabat neneknya yaitu Nyai Ajeng Putih menikah dengan Ki Damu Awang yang mana Ki Damu Awang itu adalah sekretaris Laksamana Cheng Ho.
Cara kaisar Yung lo menguji atau mengetes kemampuan yang dimiliki Sunan Gunung Jati sangatlah unik. Melalui putrinya, Ong Tien, kaisar memerintahkannya untuk mengenakan baju yang sedikit longgar. Kemudian kaisar memerintahkan putrinya untuk memasukan bokor kuningan ke dalam baju yang dikenakannya itu. Setelah Sunan Gunung Jati berada di dalam istana, kaisar memanggil putri Ong Tien dan menghadap Sunan Gunung Jati.
Kaisar mulai menguji Sunan Gunung Jati dengan sebuah pertanyaan "Apakah Putriku hamil?". Dengan arif dan bijaksana Sunan Gunung Jati pun menjawab "Insya Allah, putri tuan mengandung". Mendengar jawaban seperti itu ternyata kaisar murka. Sunan Gunung Jati pun di usir dari istana seketika itu pula. Dalam benak kaisar "Mana mungkin anakku hamil, sementara dia belum menikah".
Atas kejadian itu, rupanya jawaban yang dilontarkan oleh Sunan Gunung Jati mengandung makna filosofi. 'Mengandung' dalam artian mengandung 'Sir' atau rasa cinta. Rupanya, diam-diam putri Ong Tien memiliki perasaan yang sulit diungkapkan kepada pemuda keturunan mesir itu. Ia kepincut dengan wajah tampan Syarif Hidayatullah.
Kepalanya bersandar di atas meja sembari memperhatikan lalu-lalang manusia. Rambutnya yang diikat berjuntai mengisi sunyinya gelap dan hatinya yang tak juga genap. Dalam benaknya bertanya-tanya, "Apakah aku akan bertemu dengan dirinya lagi?". Memendam perasaan diam-diam memang sulit dirasakan seutuhnya. Apalagi, kala itu belum ada alat komunikasi yang canggih yang hanya dengan sekadar menggunakan tangan melalui genggaman.
"Sudah purnama keberapa aku tidak lagi menemukan senyumnya". Hatinya berkecamuk meronta-ronta ingin menuruti keinginan rindunya. Kesekian ratus kali ia menengok jendela kamarnya memperhatikan orang per orang secara saksama. Lagi-lagi bukan. Hingga perasaannya tak kuat lagi ia bendung lantas membludak bak ombak di lautan. Putri Ong Tien yang cantik jelita meminta restu ayahnya untuk berlayar dalam visi menemui sang pemilik tulang rusuknya.
Ayahnya mengerti dengan perasaan putrinya. Ia memerintahkan beberapa orang untuk menemaninya selama dalam perjalanan. Tak hanya itu, Ayahnya pun membekali dirinya dengan harta dan benda yang sangat banyak untuk mahar dan bekal dalam pernikahannya nanti. Setiba di Cirebon, putri Ong Tien bertemu dengan Syarif Hidayatullah. Kemudian ia menikah dengan syarat putri Ong Tien harus memeluk agama Islam. Setelah menikah dan memeluk Islam, Putri Ong Tien diberi gelar oleh Sunan Gunung Jati dengan nama Nyai Rara Sumanding.
Posting Komentar