Ad Under Header
Parallax Ad

Ketika Raja Sunda Dibuat Lari Tunggang-langgang Oleh Raja Kuningan

Ketika Raja Sunda Lari Tunggang-langgang Oleh Raja Kuningan
Gambar hanya ilustrasi. (Foto:titiktemu.id)
"Leutik-leutik kuda Kuningan" adalah peribahasa yang tepat untuk memotivasi anak-anak muda kabupaten Kuningan dalam upaya menggapai mimpinya. Peribahasa ini memiliki maksud "Meskipun kecil tetapi memiliki kekuatan dan keagresifan". Intinya, peribahasa ini adalah sebuah peringatan yang dikatakan oleh orang luar Kuningan untuk tetap waspada dan jangan meremehkan putra-putri Kuningan (Misal, dalam perlombaan). Kita ketahui bahwa kuda kuningan atau si windu hanyalah seekor kuda biasa berukuran sedang. Namun, meskipun sedang, dulu, kuda ini adalah kuda yang selalu ditunggangi oleh adipati Kuningan.

Sehingga masyarakat memiliki penilaian atau pandangan terhadap kuda yang menjadi maskot kabupaten Kuningan ini bukanlah seekor kuda biasa (Pandangan ini ada karena melihat yang menunggangi kudanya). Dari sinilah banyak cerita-cerita yang mengatakan bahwa kuda Kuningan itu seekor kuda yang besar dan gagah. Sumber lain juga mengatakan bahwa kuda Kuningan bersayap dan berwarna putih atau kuda jenis ini dikenal dengan nama sembrani. Sementara kuda sembrani ialah hewan mitologi dari legenda cerita pewayangan yang ditunggangi oleh Batara Wisnu. 

Melalui tulisan ini, saya akan memberikan sebuah bukti bahwa peribahasa di atas itu memang tepat disematkan kepada orang-orang Kuningan atau menjadi julukan untuk kabupaten Kuningan. Jadi, bukan hanya sekadar peribahasa biasa saja akan tetapi memiliki kisah yang dapat mendukung ketepatan dan keabsahannya dari peribahasa itu sendiri. Tulisan ini bukan berarti mengajak wargi sadaya untuk mewajibkan menjadikan pedoman dalam hidup--akan tetapi lebih ke mengingatkan melalui hal apapun mengenai kabupaten Kuningan selalu memiliki makna dan sejarah-sejarah penting. Seperti tulisan lalu tentang gunung Ciremai bernama asli gunung Indrakila

Bukti bahwa peribahasa itu tepat adalah ketika Raja Sunda kedua yaitu Harisdarma/Sanjaya berhasil dibuat lari oleh tiga kesatria yang berada di kabupaten Kuningan. Kalau ada yang bertanya "Pantas lari kan dari Kuningan tiga orang?". Wargi harus tahu, kerajaan Sunda itu sangat besar jika dibandingkan dengan kerajaan yang berada di Kuningan. Dari besarnya kerajaan tersebut pastilah memiliki banyak pasukan-pasukan yang hebat nan besar. Apalagi, pasukan kerajaan Sunda telah dilatih khusus oleh Sanjaya di gunung Sawal dalam persiapan menyerang kerajaan Galuh yang pada saat itu dipimpin oleh Purbasora putra pertama dari Rahyang Sempakwaja. Penyerangan yang dilakukan oleh Sanjaya bukan untuk merebut atau mengkudeta kerajaan Galuh akan tetapi sebuah balas dendam yang dilakukan oleh Sanjaya. Kenapa Sanjaya menyerang Galuh? karena ketika bapaknya yaitu Bratasennawa/Senna berkuasa di Galuh--sebagian orang-orang besar di kerajaan Galuh merasa benci atau tidak menginginkan kehadiran Sang Senna. Mengetahui bahwa kekuasaannya akan di kudeta Sang Senna pun lari ke ibu tirinya di Mataram.
Rupanya, kebencian yang dirasakan oleh keluarga Purbasora berasal dari masalah di masa lalu. Senna adalah anak hasil hubungan gelap antara Ranghiyangtang Mandiminyak dengan Pwah Rababu. Sementara Pwah Rababu adalah istri dari Kakak Mandiminyak yaitu Sempakwaja. Pwah Rababu memiliki dua anak dari Sempakwaja yaitu Purbasora dan Demunawaman. Hal inilah yang membuat Purbasora untuk mengkudeta Galuh dari Senna karena memiliki hak atas kedudukan sebagai raja di Galuh. 
Setelah dirasanya sudah siap Sanjaya mulai menyerang kerajaan Galuh secara membabi-buta. Banyak korban bertebaran dimana-mana. Bahkan, Purbasora sendiri terbunuh dalam penyerangan yang dilakukan oleh Sanjaya. Kemudian setelah Sanjaya berhasil menguasai Galuh ia meminta adik dari Purbasora untuk menjadi raja di Galuh. Namun permintaan itu ditolak oleh Danghiyang Guru Sempakwaja ia merasa sakit hati atas perlakuannya kepada anak Sulungnya yaitu Purbasora. Ia pun tidak menginginkan jika kelak putra keduanya menjadi raja di Galuh yang nantinya akan menjadi bawahan kerajaan Sunda. 

Mekipun sakit hati atas perlakuan Sanjaya yang telah membunuh putra Sulungnya. Danghiyang Guru Sempakwaja tidak menampilkan sakit hatinya. Ia hanya menyindir dengan mengatakan bahwa kekuasaan Sanjaya terlalu kecil jika menjadi atasan dari Resiguru Demunawaman. Maka untuk membuktikannya, Sanjaya harus mengalahkan "Tritunggal" andalan dari Danghiyang Guru Sempakwaja. Tritunggal yang dimaksud adalah raja-raja dari Kuningan yaitu Wiragati, Wulan dan Tumanggal. 

Mendengar perkataan itu, Sanjaya merasa tersinggung lantas ia menerima tantangan yang diberikan oleh Danghiyang Sempakwaja. Pasukan siap tempur telah disiapkan bahkan pasukan yang telah mengalahkan Galuh pun dipersiapkan. Dengan emosi yang membara Sanjaya langsung menyerang Kuningan. Namun pasukan Sanjaya mengalami kekalahan mereka dibuat lari tunggang-langgang dan terpaksa harus mundur lagi ke Galuh.

Meskipun di kabupaten Kuningan hanya ada kerajaan kecil tapi mampu untuk menekan mundur pasukan Sanjaya. Bahkan, ketiga raja itu menjadi andalan sekelas Rahyang Sempakwaja. Ini bukti bahwa orang Kuningan memiliki kemampuan yang hebat meski hanya sebatas kabupaten yang kecil. Meski kecil tanah Kuningan telah melahirkan tokoh-tokoh yang berpengaruh di Nasional bahkan internasional. Seperti Emma Poediredja, Eman Suparman dan Presiden KSPSI yaitu Andi Gani. 

1 komentar

  1. Kang punten ari adipati karna/adipati ewangga saha..adi pati kunungan saha nya mana nu aslina

    BalasHapus