Sebagian masyarakat percaya, Waduk Darma merupakan peninggalan orang-orang yang memiliki ilmu tingkat tinggi. Sebagian juga percaya, Waduk Darma merupakan salah satu wisata yang memiliki keunggulan diantara objek wisata lainnya di kabupaten Kuningan. "Aku cinta kabupaten Kuningan". Begitu teriak segelintir pemuda yang berkata setelah melihat keindahan objek wisata Waduk Darma. Namun, tahukah kalian? Tujuan dibangunnya Waduk Darma bukan untuk objek wisata melainkan "Sumber air" bagi salah satu perusahaan yang terdapat di suatu wilayah yang sedikit memiliki air tawar. Dimanakah wilayah itu?
Bahkan, setelah "New normal" pandemi, menurut berita lokal kabupaten Kuningan, Waduk Darma merupakan objek wisata yang paling diburu oleh wisatawan. Pada masa-masa sebelum pandemi, setiap akhir pekan, Waduk Darma dikunjungi paling sedikit 800 wisatawan dari pelbagai kabupaten dan kota.
Pembangunan Waduk Darma mampu menenggelamkan 9 desa: Desa Jagara, Darma, Cikupa, Parung, Kawah Manuk, Capasung, Paninggaran, Desa Sakerta Barat, dan Desa Sakerta Timur. Melihat banyaknya desa yang ditenggelamkan, penulis berpikir, "Apakah mungkin pembangunan Waduk Darma tersebut tidak memiliki konflik sosial atas pembebasan lahan untuk pembangunan waduk tersebut?". Kuningan memang memiliki banyak peninggalan-peninggalan sejarah, tetapi sebagian besar hanya membahas peninggalannya dan alur sejarahnya saja tidak ada bahan bacaan, buku atau penelitian yang membahas dan mengulas secara tuntas kehidupan sosial dan ekonomi Kuningan pada zaman dulu.
Pembangunan yang menghabiskan ratusan hektar tersebut memiliki esensi untuk mengairi lahan seluas 22.060 hektar. Menurut Panir (2006/2007), dari luasnya lahan yang dialiri air dari Waduk Darma itu untuk kabupaten Kuningan sebanyak 6.400 hektar dan Cirebon 13.284 hektar.
Pembangunan Waduk Darma bermula ketika adanya usulan dari pabrik gula yang berada di Cirebon, usulan tersebut didukung oleh Mr. Ir Ca De Jongh pada tahun 1924. Kemudian, pada tahun 1925 kembali merumuskan tentang rancangan membangun Waduk Darma. Direktur B.O.W (Departemen PU) mendesak kembali pemerintah kala itu untuk merumuskan rancangan dan lokasi secara serius pada tahun 1929.
Setelah merumuskan rancangan pembangunan Waduk tersebut, pada tahun 1930, dinas pertanian kala itu telah menghitung kisaran biaya yang akan digunakan untuk membangun Waduk Darma sebesar 1,5 juta poundsterling dulu. Setelah melakukan kajian dari sudut pandang geologi oleh Mr. Prof Springer pada tahun 1935-1936, barulah pemerintah melakukan pembebasan lahan masyarakat yang meliputi desa Darma, Cikupa, Parung, Kawahmanuk, desa Sakerta Barat, Sakerta Timur dan desa Jagara.
Pada tahun 1938, awal pembangunan Waduk Darma dimulai dengan membuat rumah-rumah darurat, jalan baru dari desa Jagara-Cipasung sepanjang 400 KM, membuat terowongan, membuat spillway dan pintu inlet dan outlet. Pada saat Jepang datang tahun 1942, pembangunan ini sempat terhenti dan diteruskan kembali pada tahun 1956-1957 berupa kajian kembali mekanik tanah dan sumber air oleh Lembaga Penyelidikan Masalah Air.
Di lansir dari Republika, Koordinator Unit Pengelola Bendungan Darma, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), Dodo Wardoyo SP mengatakan, "Rencananya Waduk Darma dibangun untuk jangka panjang waktu 50 tahun lamanya".
Posting Komentar