Ad Under Header
Parallax Ad

Foto | Menengok 4 Wisata Kuningan pada Zaman Belanda

Geliat alam di kabupaten Kuningan sudah tidak diragukan lagi keindahannya sejak dulu. Sebagai kabupaten yang memiliki gunung tertinggi, ditambah dengan penghuninya yang mayoritas suku sunda, semakin menambah daya tarik orang luar Kuningan untuk berkunjung ke kabupaten Kuningan. Suku sunda dikenal memiliki keramahan dengan sesama manusia lainnya. Sehingga hal ini membuat betah salah satu tokoh yang menulis "Bumi pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum" yaitu Martinus Antonius Weselinus Brouwer. 

Senada dengan ini, alasan kenapa perundingan linggajati dilakukan dan bertempat di kabupaten Kuningan adalah karena tempatnya yang indah dan sejuk serta jauh dari ingar-bingar dan kegaduhan. Perundingan membutuhkan suasana tenang dan nyaman. Apalagi, perundingan linggajati menentukan masa depan bangsa Indonesia--pastinya, konsentrasi penuh, sangat dibutuhkan. Awalnya, alternatif tempat perundingan hanya di dua tempat: Yogyakarta dan Jakarta. Namun kedua kubu saling tidak menginginkan dengan alasan tertentu. Melalui Maria Ulfa Santoso--anak dari bupati ke dua kabupaten Kuningan yaitu Raden Mochamad Achmad--Ia mengajukan tempat kepada Sjahrir. Kemudian dipilihlah rumah seorang janda bernama Jasitem dilereng gunung Ciremai tepatnya Linggajati. 

Begitu singkat ceritanya. Nah, kali ini kita akan menengok wisata di Kuningan pada zaman dulu. Bagaimana sih wisata zaman dulu itu?.

Tarif harga masuk pemandian Linggadjati

Papan tarif harga masuk pemandian Linggadjati
Foto: Nationaal Archief
Zaman sekarang sangat mudah sekali untuk melihat tarif masuk objek wisata di kabupaten Kuningan. Kita cukup gunakan ponsel pintar atau komputer. Kemudian masuk ke salah satu mesin pencarian yang terhubung ke internet dan ketik apa yang hendak kita tanyakan. Kurang lebih lima detik, jawaban akan muncul. Mungkin kalau masyarakat dulu, harus mengunjungi dulu tempat wisata yang akan dikunjungi esoknya. Atau, membawa lebih banyak uang agar tidak kurang pada saat masuk objek wisata tersebut.

Di papan rincian tarif masuk ke wisata Linggajati pada gambar di atas terdapat tiga jenis tarif: satu, kartjis harian (Goena masoek dan mandi di tempat pemandian linggadjati haroes membajar dan goena masuk dalam tempat pemandian linggadjati dengan tiada mandi). Dua, kartoe langganan (Jang memberi kartoe langganan, diberi joega kesempatan masoek dan mandi di tempat pemandian linggadjati, menoeroet lamanja tanggal boelan atau *teu kabaca*, dengan membajar). Tiga, kartoe goentingan (Jang memakai kartoe goentingan, diberi kesempatan djuga masoek dan mandi di tempat pemandian linggadjati dengan pembajaran). Di bagian akhir terdapat perhatian atau keterengan "anak2 jang oemoernja lebih dari 15 tahoen, pembanjarannja dipersamakan dengan orang dewasa".

Desa Darma

Foto: Tropen Muesum
Foto | Menengok Wisata di Kuningan Zaman Kolonial

Jika kita perdekat foto tersebut, terbersit wajah sumringah anak-anak Belanda yang tengah memberi makan ikan. Ibu dan ketiga anak-anak itu memakai gaun putih dan di atas kepalanya memakai topi demang (Menir Belanda). Foto tersebut diambil pada bulan Juni 1917 oleh seorang Fotografer berkebangsaan Belanda bernama Lonkhuyzen. 

Foto tersebut memiliki deskripsi "Nederlands: Foto. Het plaatsje Darma ten westen van Koeningan gelegen op de flanken van de vulkaan Goenoeng Tjareme, Jawa Barat (Belanda: Foto. Desa Darma sebelah barat Koeningan terletak di sisi Goenoeng Tjareme, Jawa Barat" yang dilansir dari situs Wikimedia Commons.

Balong Keramat Cigugur

Foto | Menengok Wisata di Kuningan Zaman Kolonial

Ibu dan ketiga anak itu nampak gembira bermain dan memberi makan ikan kancra bodas atau ikan semah. Foto ini diambil oleh seorang Fotografer bernama Lonkhuyzen pada bulan Juni 1917. Sudah dua tempat foto orang belanda diambil oleh fotografer yang sama dan pada waktu yang sama. Mungkin, mereka tengah melakukan pelesiran ke Kuningan yang diajak oleh suaminya. Atau, mereka adalah model. 

Melihat foto tanpa ayah atau suami ini mengingatkan saya tentang foto yang ada di kaleng kue yang biasanya ada di waktu lebaran. Jangan dianggap serius. Semua itu hanya dugaan menurut saya. Foto tersebut memiliki deskripsi "Nederlands: Foto. Het voeren van vissen di een vijver bij Tjigoegoer, ten noorden van Koeningan, Jawa Barat (Belanda: Foto. Belanda: Gambar. Memberi makan ikan di kolam dekat Tjigoegoer, utara Koeningan, Jawa Barat).

Sebuah Taman depan rumah di Bungkirit

Foto | Menengok Wisata di Kuningan Zaman Kolonial
Foto: Tropen Museum
Nederlands: foto. Ulasan di voortuin van het huis "Boengkirit" van de familie Schallig aan de voet van de berg Tjareme bij Koeningan (Belanda: foto. Ulasan di taman depan rumah "Boengkirit" dari keluarga Schallig di kaki gunung Tjareme dekat Koeningan).

Begitu objek wisata pada zaman Belanda. Setelah pandemi ini mereda atau yang lebih diharapkan lenyap dari semesta. Esok, mungkin sekarang, kita akan kembali lagi beraktivitas sebagaimana mestinya: bersekolah, bekerja, berkuliah, bermain dan yang paling penting beribadah. Penulis akan menetap di sudut kamar. Namun, sesekali akan keluar untuk mencari seseorang yang tulus bersandar. Menenangkan jiwa yang penuh dengan getar--ditengah menghadapi masa depan yang samar.

Posting Komentar