Ad Under Header
Parallax Ad

Apa itu Dogma Agama? Kenapa ada Dogma Kelompok? Mengapa sampai terjadi Dogma Rasio?

Keberagaman Indonesia

Perlu kita ketahui Dogma adalah sistem keyakinan, bisa terkonstruksi oleh banyak hal.

Diantaranya: dogma agama, dogma kelompok dan dogma rasio.

1. Dogma Agama

Dogma agama adalah sistem keyakinan berdasar dan bersandar pada agama. Kita ambil contoh Dogma Islam, tentu saja mengacu pada dua sumber, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Namun, apakah sesederhana itu sehingga semua pemeluk dogma Islam dapat menabur keyakinannya berdasar yang tampak dari keduanya? Tidak cukup. Masih memerlukan beberapa pencapaian.

Al-Qur’an adalah sumber pengetahuan dunia dan akhirat. Diibaratkan sebuah alam semesta yang di dalamnya terlukis segala keindahan serta coraknya. Sinar dan efek keindahannya terasa, namun bagi yang ingin menyelami, harus membuka banyak pintu-pintu besar. Tiap-tiap pintu membutuhkan kunci-kunci besar tuk membukanya. Maka, dibutuhkanlah banyak kunci.

Itulah Al-Qur’an. Kita boleh membacanya, mendengarnya, menulisnya, mengutipnya, namun belum tentu kita benar-benar ‘merasakannya’. Lalu, bagaimana caranya kita untuk bisa ‘merasakannya’? Kunci pertama adalah ‘kehadiran hati’. Kehadiran hati tentu berupa rasa percaya dan tunduk. Kunci seterusnya adalah ‘ilmu’. Jadi dapat kita simpulkan bahwa Ilmu yang pertama adalah ilmu membaca. Ilmu kedua adalah ilmu Arabic. Keduanya adalah senyawa bahasa. Karena dengan bahasa, maksud tersampaikan. Dengan bahasa, tujuan terfahami.

Kunci bahasa tercukupi, masih butuh kunci lain, yaitu ilmu Ushul Tafsir, atau ilmu Al-Qur’an [Ulumul Qur’an]. Barangsiapa menguasai bahasa dan ilmu Al-Qur’an, maka dunia dan seisinya takkan bisa membayar bahasa dan ilmu. Kemudian, ada pula kunci lain yang menjadi syarat memahami, yaitu Ilmu Ushul Fiqh.

Pula dengan Sunnah Nabi, untuk memasukinya, perlu banyak kunci. Maka, orang yang paling berbahagia kelak adalah mereka yang memegang kunci-kunci itu. Ilmu adalah kunci menuju surga. Tidak ada kaedah yang mengatakan bahwa ‘ketidaktahuan adalah kunci kesuksesan’.

2. Dogma Kelompok

Dogma Kelompok berazaskan kaedah dan ketetapan asasi dari kelompok (majemuk manusia dengan visi dan misi seragam). Kelompok tersebut bisa bersifat religius, politik, sosial dan lain-lain. Namun, dogma kelompok lebih mengacu pada racikan kelompoknya dibanding agama. Karena itu, ada benarnya dikatakan: “X adalah hukum yang telah ditetapkan kelompok ini, dengan penggabungan antara neraca agama dan maslahat kelompok”.

Kelompok seringkali bersifat oportunis. Sangat mencari kesempatan dan mengambilnya demi kemaslahatan kelompoknya. Bukan berarti setiap kelompok itu buruk dan tercela. Namun, independensi dogma terhadap ‘kepentingan’ kelompok itulah yang banyak membuat umat tidak berseragam. Seandainya dogma agama tidak dicampuradukkan dengan ‘kepentingan’ kelompok, dan diserahkan kepada ahlinya (ahli agama) yang murni memperjuangkan agama (bukan kelompok), maka itu lebih baik.

Dan bukan berarti pula ini sebagai tuduhan dan tudingan bahwa semua kelompok adalah memecah belah. Karena bisa jadi kelompok memberi maslahat pada masyarakat di banyak hal. Kelompok yang termaksud di sini bukan pengelompokan kaum (muslimin, kristiani, yahudi, dll) atau ras. Tetapi pengelompokan yang disengaja untuk dibentuk untuk menjalani misi dan visi tertentu, terutama jika keduanya bersifat eksklusif.

3. Dogma Rasio

Dogma Rasio hanya berlandaskan nalar pribadi semata, atau opini masyarakat. Sebagian orang mengira bahwa ini adalah sebuah sistem yang cerdas dan terbaik untuk masa kini. Namun, sebenarnya tidak. Kecerdasan dan tingkat rasio tiap manusia berbeda. Pasti akan terjadi benturan antar sesama karena sudut pandang masing-masing.

Para rasionalis selalu menuduh agamis memelintir hukum dengan dogma agama. Sementara, di momen yang sama, mereka mengelu-elukan sistem berfikir mereka yang independen. Namun, sejatinya sistem mereka dependen dan limited. Bukankah ketergantungan terhadap akal adalah sebuah cerminan dependensi? Bukan akal tiap manusia itu limited? “Seharus nya kita bisa menyadari bahwa setiap pikiran manusia itu ada keterbatasan nya”.

Sebenarnya bagi para agamis penganut sistem/dogma agama, selama mereka memang ikhlas menjalani kehidupan, tidak perlu berkecil hati ketika diejek-ejek dan disebut sebagai sample kemunduran, keterbelakangan, radikal, fundamentalis dan lain sebagainya. Tohhh, Ridha manusia itu tak selamanya mencerminkan ke-Ridhaan manusia itu sendiri.

Adakalanya manusia menzahirkan Ridha, namun hatinya berangkara.

Manusia yang berdogma agama Islam adalah manusia beriman. Maka cukupkan dengan ayat ini:

وَلَا تَهِنُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” [Q.S. Ali Imran: 139].

yang beriman.” [Q.S. Ali Imran: 139] 


Posting Komentar