Ad Under Header
Parallax Ad

Anak Pertama Selalu Menjadi Tulang Punggung Yang Harus Bertanggung Jawab

Anak Pertama Selalu Menjadi Tulang Punggung Yang Harus Bertanggung Jawab
Source by Pixabay/Mabel Amber

Ini adalah takdir yang Tuhan berikan kepada saya. Sebelum dilahirkan ke bumi saya tidak bisa meminta untuk menjadi anak bungsu. Lagian siapa sih yang bisa meminta takdirnya akan seperti apa dan bagaimana.

Rasa iri sih ada tatkala melihat gadis-gadis seusia saya dapat bermain bebas. Namun saya tidak menganggap hal ini adalah beban hidup. Bagi saya, ini adalah pelajaran terpenting dalam membangun mentalitas kemandirian seorang wanita. 

Bagi kamu yang memang ditakdirkan sebagai anak pertama. Apakah kamu merasa keberatan? Apakah kamu memiliki kesadaran untuk bertanggung jawab kepada adikmu dan orangtuamu? 

Menjadi tulang punggung di masa muda memang melelahkan. Namun kamu juga harus ingat—kamu tidak sendiri. Masih banyak kok di luar sana yang memiliki takdir yang sama tapi dengan cerita yang berbeda.

Kira-kira apa saja sih tanggungjawab bagi anak pertama? Menurut saya seperti ini:

Tanggungjawab biaya sekolah adik


Adik saya masih SMP dan sebentar lagi akan masuk SMA. Dan ini tidak mungkin saya bebankan ke orang tua semua. Ya, meskipun orangtua saya tidak pernah berbicara secara langsung. Namun saya merasa kasihan jika orangtua harus banting tulang mencari biaya. Setidaknya saya dapat membantu meski tidak semuanya. 

Mungkin ongkos jajan perbulannya dan uang-uang buat tugas sekolah. Saya juga pernah merasakan masa-masa SMA, dimana uang dan uang harus banyak dikeluarkan. Bayar buku lah, kerja kelompok lah atau mungkin bayar ekstrakurikuler. 

Dengan alasan inilah saya harus bekerja keras demi adik. Saya tidak ingin adik saya mengalami hal-hal yang memalukan. Seperti uang semester belum bayar dan konsekuensinya adalah menunggu kartu ulangan sementara. Atau mungkin adik saya tidak bisa ikut ulangan karena belum bayar. Saya tidak ingin hal itu terjadi.

                  Bullying: Teman, terima aku apa adanya               

Saya bersyukur karena memiliki adik cuma satu. Bagaimana jika mereka yang memiliki adik banyak? Mungkin akan menjadi lebih ekstra lagi bekerjanya.

Orangtua pun menjadi tanggungjawab kita


Kita di sekolahkan tinggi-tinggi oleh orangtua kita adalah upaya mereka untuk menciptakan masa depan yang serba ringan. Ya, meskipun mereka tidak pernah meminta apa-apa setelah kita kelihatan sukses. Namun rasa kesadaran ini terus saja menjadi alasan untuk mereka. 

Intinya, saya hanya berpikir bagaimana bisa membahagiakan orangtua saya. Meskipun tidak bisa membalas semua yang telah mereka berikan kepada saya tapi setidaknya saya menjadi alasan kenapa orang tua saya merasa bangga. 

Saya menginginkan orangtua saya berangkat melaksanakan ibadah haji. Amin. Semoga ini bisa terealisasikan dengan baik oleh saya. Ini adalah mimpi besar saya. Dan, saya selalu mencari celah bagaimana bisa segera tercapai. Semoga tahun depan. 

Selain tanggungjawab besar. Saya pun terpaksa melepaskan mimpi-mimpi yang saya inginkan. Saya pengin melanjutkan pendidikan di universitas Negeri. Pengin mencapai mimpi-mimpi yang telah saya tuliskan di buku diary. 

Namun jalan ini berbeda dengan ekspektasi saya. Orangtua saya tidak menyuruh apa-apa. Intinya, terserah saya mau seperti apa. Tadinya mau nekad melanjutkan pendidikan tapi saya tersadar—orangtua saya butuh bantuan. Sangat baik memang, mereka tidak pernah meminta saya untuk membantu. 


Panggil saja Nur. Seorang wanita yang menyukai sunyi. Orang yang selalu berbicara dalam kata.



Posting Komentar