Desing kata tak pernah henti mengebiri kami. Rumah-rumah, toko-toko sekalipun jiwa dan raga kami mereka gorok tanpa alasan. Hal apa yang membuat mereka begitu sadis terhadap minoritas kelompok di negeri ini?. Lantas kami bertanya-tanya "Apakah kami diciptakan untuk dibenci?" atau "Apakah kami adalah kesengajaan yang diciptakan untuk terus dibungkam?". Pertanyaan itu mengkungkungi ceruk hati kami. Namun, bukan dendam yang ingin kami selesaikan- kami hanya ingin bertanya "Mengapa" lalu kemudian hidup bersahaja, bersama penuh dengan keharmonisan dan kedamaian.
Kira-kira begitu.
Perjalanan panjang dari salah satu tokoh yang lahir di kabupaten Kuningan. Jerit yang tak pernah henti-hentinya, 'bebas' yang selalu meronta-ronta adalah cikal bakal lahirnya pemikiran yang hebat dari seorang Benny G Setiono.
Sekilas Tentang Benny G Setiono
Benny G Setiono (Foto: Wikipedia) |
Nama lengkapnya Benny Gatot Setiono. Ia adalah Sejarawan yang lahir di Caracas, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat pada 31 Oktober 1943 dan meninggal pada 17 Januari 2017. Ia lahir dari pasangan Adiawati (Oey Lian Nio) dan Endang Sunarko (Khow Sing Eng). Ayah Benny, Sunarko merupakan penulis yang rajin mengirimkan artikelnya ke koran Sin Po dan Majalah Pantjawarna. Tidak hanya rajin megirimkan artikel ke berbagai media, Ayahnya pun telah menulis buku diantaranya; Mimbar Wanita Pahlawan RRT (1952), Tiongkok Baru Kawan Atau Lawan (1953) dan Hitler (1992).
Ketika Benny menginjak usia 4 tahunan, pada tahun 1947, rumahnya dibakar oleh gerombolan orang yang mengatasnamakan dirinya 'laskar rakyat'. Dan, kakeknya menjadi korban pembunuhan laskar Hisbullah. Ruang tempat berteduhnya telah lenyap di lahap api yang berkobar. Lantas, mereka pun mengungsi ke daerah Cirebon. Beberapa waktu kemudian, keluarga Benny pindah ke Jakarta, hidup dan besar di sana. Setelah lulus dari tingakat SMA, Benny melanjutkan kuliah di Universitas Res Publica mengambil fakultas ekonomi. Namun, kuliahnya terhenti di tingkat 3 karena kampusnya dibakar pada tahun 1965.
Benny G Setiono adalah penulis buku 'Tionghoa Dalam Pusaran Politik'
Benny bukan seorang sarjana. Pun ia tidak memiliki latar belakang pendidikan sejarah. Namun, berkat keuletannya Benny mampu menulis buku sejarah yang diungkap secara jujur dan ilmiah. Buku ini lebih fokus terhadap sejarah Bangsa Indonesia. Dimana etnik Tionghoa juga memiliki peran (Sosial, ekonomi, budaya dan politik) yang tidak sedikit.
Ia mencoba masuk ke dalam tipologi sebuah respons dan refleksi dari apa yang dilihat, didengar, dibaca, dan dialami di kehidupan sosialnya—sebagai etnik minoritas. Pun sebuah refleksi pribadi di tengah suasana politik Nasional kala itu. Kata Benny di dalam bukunya bahwa peranan etnis Tionghoa yang ditulisnya tidak mengkotak-kotakkan dari perkembangan Bangsa Indonesia itu sendiri. "Etnis Tionghoa memiliki akar sejarah lebih dari 500 tahun di Nusantara dan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari bangsa Indonesia". Tandasnya.
Saya tidak akan membahas panjang lebar tentang bukunya tetapi itu sebuah garis besar yang dapat mengantarkan Anda untuk memahami sebagian bukunya dan juga pribadi dari seorang Benny. Buku yang telah ia tulis mendapatkan penghargaan dari Wertheim Foundation pada tahun 2008.
Benny G Setiono merupakan salah satu pendiri Perhimpunan INTI
Benny bersama ke 16 temannya mendirikan perhimpunan pada 9 Februari 1999. Perhimpunan INTI "Indonesia Tionghoa" adalah sebuah organisasi yang sesuai dengan semangat UUD 45, bebas, pluralis, demokratis, egaliter dan tidak mengikatkan diri pada partai politik mana pun.
Tujuan dari didirikannya organisasi ini ialah untuk menghapus sudut pandang negatif yang dibawa sejak masa penjajahan kolonial Belanda kala itu. Perhimpunan INTI ini menginginkan terciptanya kerukunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hidup bebas, damai, sejahtera dan demokratis tanpa mempermasalahkan 'darimana ia berasal'.
Posting Komentar