Gunung Indrakila/Ciremai (Foto: mounture) |
Gunung adalah satu-satunya artefak yang hingga saat ini masih berdiri kokoh di depan mata kita. Merekam semua aktifitas dari berbagai lintas generasi bahkan zaman nun jauh sebelum kabupaten Kuningan ini berdiri. Yang masih merupakan belantara-belantara lebat yang hingga pada akhirnya datanglah masa nirleka atau masa pra-aksara. Belum ada sumber yang mengatakan secara pasti tentang dari mana asal manusia itu datang pertama kali ke kabupaten Kuningan. Namun, di masa pra-aksara kita bisa membayangkan bagaimana mereka hidup melalui peninggalan-peninggalan yang ada.
Sebagai manusia yang hidup nomaden atau berpindah-pindah tentu hal ini bisa kita jabarkan melalui logika tentang alasan dan tujuan mereka. Tidak jauh, alasan mereka berpindah-pindah hanyalah untuk mencari sumber kehidupan (Jika yang telah di tempati sebelumnya sudah tidak lagi ada makanan. Atau, mungkin telah diserang bencana alam secara membabi-buta). Maka gunung adalah satu-satunya peninggalan yang mampu merekam sekaligus pemberi sumber kehidupan; buah-buahan, hewan dan air.
Sejak masa pra-aksara gunung Ciremai memiliki peran penting dalam keberlangsungan kehidupan umat manusia. Yang menjadi pertanyaan "siapa yang pertama kali memberi nama 'ciremai' kepada gunung yang berada di kabupaten Kuningan?". Apakah ada sumber tertulis yang secara eksplisit menceritakan seluk-beluknya? Atau, hanya dari ciri khas yang dimiliki oleh gunung tersebut yang kemudian dikembang-biakkan oleh masyarakat sampai sekarang?.
Tentu tidak, bukan? Orang-orang dulu itu kalau menamai sesuatu selalu memiliki makna yang dalam. Seperti batu lingga dan yoni. Begini, gunung yang berada di kabupaten Kuningan ini adalah gunung tertinggi di Jawa Barat. Dan, gunung yang satu-satunya terpisah dari gunung-gunung lainnya. Kabupaten Kuningan tidak tepat jika memiliki judul lagu "Kuningan dilingkung gunung". Oleh sebab itu, gunung yang berada di kabupaten Kuningan merupakan gunung yang unik di Jawa Barat.
Mengapa hal ini penting di bahas? Apa pentingnya, hanya sekadar nama saja.
Tidak begitu Alang! coba berpikir sejenak apa yang terlintas di pikiran sobat jika mendengar 'Ciremai'. Sobat, pasti akan mengingat HANYA sebuah gunung saja. Lalu kemudian ketika ada yang bertanya secara detail mengenai gunung ciremai. Sobat, akan menjawab gunung ciremai adalah gunung tertinggi, namanya diambil dari tumbuhan cereme yang rasanya masam, begitu, bukan?.
Baca juga:
Mengapa demikian, dangkal sekali jika kita hanya mengetahui seluk-beluk Ciremai hanya sebatas pohon cereme. Padahal, di gunung ini banyak sekali sejarah yang harus sobat ketahui demi menumbuhkan rasa kecintaan terhadap kota kuda. Dari masalah ini, saya teringat betul tulisan dari buku Architects of Deception: Secret History of Freemasonry yang ditulis oleh Juri Lina tentang tiga cara yang dilakukan oleh kaum kolonialis dan imperialis untuk melemahkan serta menjajah suatu negeri. "Pertama, mengaburkan sejarahnya. Kedua, menghancurkan bukti-bukti sejarah bangsa itu hingga tidak bisa lagi diteliti atau dibuktikan kebenarannya. Ketiga, memutuskan hubungan mereka dengan leluhurnya dengan memberikan stigma jika leluhur itu bodoh dan primitif".
Apakah mungkin perkataan Juri Lina itu tepat? Mungkin saja tepat, buktinya anak muda sekarang hanya mengenal gunung Ciremai yang berdiri gagah di depan kita, namanya berasal dari pohon yang memiliki buah yang rasanya masam. Dalam lintas pikirannya tidak tersangkut satu pun sejarah yang penting tentang keberadaan kerajaan yang pernah eksis di zaman Salakanagara dan Tarumanegara.
Dari mana nama gunung Ciremai bernama asli gunung Indrakila
Menurut cerita rakyat, nama 'Ciremai berasal dari kata 'Pencecereman' yang memiliki arti perundingan/perkumpulan/musyawarah para wali. Kita juga mungkin telah mendengar cerita rakyat yang mengisahkan perjalanan wali songo ke puncak Ciremai. Dari sinilah 'Pencecereman' disematkan kepada gunung yang ada di kabupaten Kuningan. Dalam folklore lainnya pun memiliki perbedaan nama tentang gunung ciremai ini yaitu gunung Gede. Hal ini memang logis, sebab, gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.
Dalam buku Sejarah Daerah Jawa Barat yang merupakan proyek penelitian pada tahun 90-an, Sang penulis memiliki anggapan bahwa yang dimaksud dalam cerita Parahyangan yang menceritakan pembuangan Senna ke gunung Merapi adalah gunung Ciremai. Penulis mengambil lokasi terdekat dari lokasi kerajaan yaitu gunung Ciremai. Dan memang, waktu itu gunung Ciremai belum memiliki nama maka yang dimaksud gunung merapi itu adalah gunung yang berada di kabupaten Kuningan. Hal ini di pertegas melalui pemberitaan geologis, bahwa pada tahun 1712-1805 gunung ciremai pernah meletus. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sebelum nama 'Ciremai' dikenal adalah gunung merapi atau gunung yang memiliki api.
Jauh sebelum kerajaan dan cerita rakyat itu ada, di Jawa Barat telah ada dua kerajaan tertua yaitu Salakanagara dan Tarumanagara. Sezaman dengan kedua kerajaan tertua itu nama gunung yang berada di kabupaten Kuningan ini bernama gunung Indrakila. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Siapa yang memberi nama Indrakila?
Nama ini bermula saat kedatangan Maharesi Sentanu dari lembah sungai Gangga (India). Kala itu, daerah yang didiami Maharesi Sentanu tengah berperang besar-besaran. Kemudian ia memilih untuk pergi dari tempatnya dan singgahlah di Jawa Barat. Dalam cerita, Maharesi Sentanu tiba di Cirebon dan meminta izin untuk mendirikan desa kepada penguasa Salakanagara yaitu Dewawarman VIII dan ia mendapatkan izin.
Desa yang didirikan oleh Maharesi Sentanu berada di lereng gunung Ciremai (Sekarang menjadi Cirebon Girang). Setelah beberapa waktu kemudian, Maharesi Sentanu menamai gunung ciremai dengan nama Hindu yaitu gunung Indrakila. Nama ini diambil dari proses aplikasi nama-nama yang berada di daerah India termasuk sungai yang pernah dilaluinya dengan nama sungai Gangganadi. Kemudian ia memperdalam sungai dan diberinama Setu Gangga.
Nama gunung Cereme ada setelah kedatangan kolonial Belanda
Foto gunung Ciremai pada tahun 90-an. Foto koleksi tropenmuseum |
Seperti yang telah saya sebutkan di atas bahwa gunung yang ada di Kuningan semula bernama Indrakila. Kemudian 'Pancecerahan" yang kemudian nama ini di ganti oleh Belanda dengan nama 'Cereme'. Cereme juga dikenal Ciremai yang disebabkan oleh proses penyempurnaan kata agar enak disebut atau didengar tetapi hasilnya sangat berbeda dengan kata aslinya proses ini dinamakan hiperkorek yang dilakukan oleh masyarakat.
Karena gunung yang ada di Kuningan telah lama dikenal dengan nama 'Ciremai' maka akan cukup sulit untuk merubahnya kembali ke nama Indrakila. Sebab, nama Ciremai telah menjadi brand lokal yang ketika orang lain menyebutkan pasti akan mengingat kabupaten Kuningan. Padahal, kabupaten Kuningan memiliki sejarah panjang dan penting bagi generasi selanjutnya. Kita bayangkan bagaimana nama Ciremai diganti dengan nama yang sebenarnya yaitu Indrakila. Ketika orang melakukan searching di Google dipastikan akan ada keterangan tentang sejarah Kuningan dan kerajaan yang pernah ada di dalamnya.
Posting Komentar