Pada tahun 1871, Jan Reerink, seorang pengusaha asal Belanda yang pertama kali melakukan pengeboran minyak bumi di Indonesia. Kisah pengeboran yang dilakukan oleh Jan bermula ketika ia mendengar sebuah kabar bahwa ada rembesan minyak di daerah dekat gunung Ciremai. Dalam beberapa literatur menyebutkan, lebih tepatnya, tempat itu berada di desa Cibodas, lereng gunung Ciremai. Namun, dalam penelusuran yang dilakukan oleh tim Geomagz, Cibodas berada di perbukitan sebelah Selatan Majalengka bukan di lereng Gunung Ciremai.
Sekadar informasi, Cibodas merupakan sebuah kampung di zaman Belanda. Lokasinya berada di dekat bukit bernama Boran atau Porang.
"Setelah 10 tahun di Cirebon". Kata Jan dalam buku Appendix 1. Jan Reerink, Personal Memories "Rembesan minyak di sekitar Maja menyebabkan saya menduga bahwa bisa jadi pertanda minyak. Saya menghubungi NHM dan menyatakan dugaan saya. Setelah beberapa kali berbincang dan menyelidiki, NHM mau bekerja sama. Saya berangkat ke Belanda untuk negosiasi lebih lanjut. Hasilnya, saya menuju Lemberg dan Cracow di Galicia untuk mengunjungi perusahaan minyak, dan menimba pengalaman".
Lokasi rembesan minyak bumi Cibodas. |
Dari buku yang sama, sepulang dari Belanda, Jan kemudian berkunjung ke Amerika Serikat dan Kanada untuk mencari orang-orang yang sudah berpengalaman dalam bidang pengeboran minyak. Setelah menemukan beberapa orang untuk menjadi kru dan membawa peralatan dan mesin pertambangan ke Hindia-Belanda (Indonesia), Jan mengalami kesulitan dalam menyatukan beberapa orang untuk menjadi satu-kesatuan yang utuh. Hal ini diungkapkan Jan dalam catatannya "Memang susah supaya mereka tetap bersatu selama di perjalanan, sehingga seorang kru ada yang kabur dan pulang lagi".
Setelah kembali ke Majalengka, Jan bersama dengan kru nya mulai melakukan pengeboran di Cibodas. Alat-alat yang ia gunakan berupa bor model pennsylvania dengan tenaga yang bersumber dari kerbau. Namun pengeboran itu terhenti di kedalaman 125 kaki, dikarenakan kualitas peralatannya kurang memadai. Hasil dari pengeboran yang dilakukan oleh Jan dan kru nya tidak sesuai dengan harapannya; jumlah yang sedikit tapi minyak yang berkualitas.
Melihat hal ini, Jan, pada tahun 1873 berangkat kembali ke Amerika Serikat untuk membeli mesin pengeboran uap buatan Kanada. Sebab, Jan yakin, sedikitnya minyak yang ia dapatkan karena peralatannya yang masih tradisional atau kurang canggih. Apalagi, ketika minyak yang sedikit itu ia dapatkan berkualitas, tingkat kepercayaan diri Jan semakin tinggi. Kemudian, setelah berhasil mendapatkan mesin pengeboran uap itu, ia kembali lagi ke Majalengka dan memulai kembali melakukan aktivitas pengeboran pada 25 Juli 1874.
Baca Juga:
Menggunakan mesin baru, Jan menambah tempat pengeboran dari yang semula hanya di Cibodas merambah ke Paniis, Maja dan Cipinang. Namun, meski pun telah menggunakan mesin pengeboran bertenaga uap, semua usahanya hanya berakhir gagal. Seperti di salah satu sumur itu tatkala dibor bukan mengeluarkan minyak melainkan air panas yang menyembur setinggi 40 kaki. Akhirnya, Jan menyerah dan tidak pernah kembali lagi ke Hindia-Belanda.
Selama 1870-1874 dan dari empat sumur yang telah dibor hanya menghasilkan minyak bumi 600 liter. Modal yang dikeluarkan; Jan 100 ribu gulden dan NHM 200 ribu gulden.
"Pada tahun 1884, setelah menetap selama 20 tahun di daerah tropis, saya siap pensiun. Ungkap Jan dalam catatannya. "Saya jual bisnis saya ke asisten kepala bisnis saya, yang saya anggap sebagai orang tepat mengelola bisnis saya. Sayangnya, dia tidak cocok dan segala usaha saya selama itu hanya sia-sia. Tapi, saya tak pernah kembali ke Hindia-belanda". Katanya menyesali kegagalan bisnis yang dirintisnya.
Posting Komentar