Ad Under Header
Parallax Ad

Curhatan Mahasiswa Yogya Tentang Pedagang Burjo

Curhatan Mahasiswa Yogya Tentang Pedagang Burjo
Gambar Ilustrasi.

Delapan Mei, saya menulis tentang sejarah pedagang bubur kacang ijo yang diinisiasi oleh mantan lurah desa Cimindi Balong. Bubur kacang yang dibuatnya merupakan resep buatannya sendiri dari berbagai percobaan. Lantas ia menjajakannya secara keliling dan di akhir cerita ia mendirikan warkop di kota Kuningan. 

Tersebarnya burjo di seluruh sudut-sudut kota berawal dari lima orang pemuda yang hendak merantau. Tidak berpendidikan tinggi, kelima pemuda itu hanya berbekal keahlian membuat bubur kacang ijo. Namun berkat ketekunan mereka bubur kacang ijo bisa sampai eksis hingga sekarang. bahkan, di tengah menjamurnya kedai kopi dan cafe--warung berjo dapat berdiri sejajar.

Ini adalah curahan hati dari beberapa orang mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta yang di wawancarai singkat oleh kontributor Majalah Kuningan, Gita Suci Praharawaty (Mahasiswa semester 6 jurusan ilmu komunikasi Universitas Ahmad Dahlan). Mereka bercerita tentang keramahan orang-orang Kuningan yang notabene berprofesi sebagai pedagang maupun karyawan bubur kacang ijo di Yogyakarta.

Tidak hanya ramah, kata mereka. Pedagang Burjo pun merupakan pahlawan di tengah menyusutnya uang jajan bulanan.

Berawal dari Bayu, "Iya benar sekali. Menurutku adanya pedagang Burjo ini sangat membantu buat  para mahasiswa. Ya dari segi harga makanan pun terjangkau sesuai kantong mahasiswa. Terus, tempatnya enak buat dipakai nongkrong-nongkrong, ngerjain tugas atau hanya sekadar ngobrol-ngobrol santai sesama mahasiswa".

Perubahan tempat duduk atau nongkrong semakin dikaji oleh para pemilik Burjo yang menyesuaikan dengan trend masa kini. Tempat duduk yang nyaman ditambah dengan fasilitas yang mendukung seperti wifi misalnya semakin menambah pengunujung yang datang ke tempat Burjo tersebut. Saya pikir memang berbeda ya, ketika tempat-tempat cafe menyuguhkan desain yang unik dan futuristik. Menurut saya tempat Burjo tidak berusaha menyamakan dari sisi desain melainkan berusaha menambah tempat duduk. Namun yang menjadi ciri khas Burjo ini adalah MOMEN nya yang akan melekat dan terkenang di benak mahasiswa.

Berbeda halnya dengan Sam, "Aku kenal beberapa Emang-emang Burjo, keberadaan mereka membantu sih. Namun terkadang suka kasian sama pegawainya. Mereka sama-sama dari Kuningan tapi kerjanya bisa sampai seharian".

Sam juga menambahkan, gaji yang diterima oleh pegawai Burjo itu tidak sesuai dengan kerja yang di embannya. Enggak masuk akal. Ketika Sam nongkrong di tempat Burjo ia juga sempat menanyakan kenapa memilih kerja disini (Burjo). Kebanyakan mereka sih menjawab "Udah untung ijazah minim gini bisa dapat kerja".

Baca juga:
Nostalgia Plaza: Mengundang rindu ditengah benalu
Sejarah mengguritanya bisnis Burjo Kuningan

Dari beberapa penelusuran kami, rata-rata orang yang bekerja di Burjo hanya lulusan SD/SMP atau ada juga yang putus sekolah karena masalah ekonomi. Untuk membantu ekonomi keluarga maka mereka akan mencari kerjaan. Intinya apapun kerjaan yang terpenting dapat uang dan halal. Namun ada juga yang terpengaruhi oleh doktrin orangtua bahwa "Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau ujungnya jadi karyawan juga. Lebih baik kerja atau berdagang dari kecil biar cepat sukses (Kaya).

"Enggak semua pedagang Burjo itu ramah dan baik". Kata Ahmad menyanggah. "Ada juga yang tengil satu atau dua orang saja. Tapi kebanyakan mah ramah dan santai". Tutupnya.

Dari cuitan anak Twitter, "Ciri khas pedagang burjo selalu memutar lagu Iwan Fals, Fiks". 

Posting Komentar