Ramai. Masyarakat antusias menengok jembatan yang dibangun pada tahun 2019 silam. Mereka berduyun-duyun hanya sekadar pengin tahu lekas berswafoto. Ah, penulis rasa memang begitu. Lambat-laun, jika sudah bosan, jembatan itu hanya sekadar jalur perlintasan biasa. Tidak ada yang istimewa pun luar biasa. Teknologi merekam keindahannya ditambah dengan musik, efek, dan trik. Sehingga adrenalin masyarakat tertarik berkunjung kesana, akhirnya, membludak.
Pada zaman Belanda jembatan digunakan untuk mempercepat akses ekonomi begitu pun sekarang. Seandainya dulu telah ada teknologi, mungkin, berswafoto pun hendak digandrungi oleh masyarakat yang notabene membutuhkan hiburan dan piknik. Dulu, radio dan jam tangan merupakan barang-barang istimewa. Orang yang memakai jam tangan naik satu tingkat status sosialnya. Sekarang, jam tangan, siapapun boleh menggunakannya dan dirasa biasa-biasa saja.
Foto: Nationaal Archief
Sebuah jembatan terpampang di dalam foto hitam-putih. Ada dua mobil yang melintas di atasnya: satu di depan satu lagi paling belakang. Terdapat sebuah gapura terbuat dari tumbuhan di tengah jembatan di atasnya dihiasi bendera Belanda. Satu tentara berdiri di sebelah kiri telah memberi hormat kepada orang penting yang berada di dalam mobil. "Selamat datang di jembatan baru". Mungkin begitu maksud dari adanya gapura yang melengkung tesebut.
Dalam laporannya, "Pembukaan jembatan di Loeragoeng Landeuh oleh Komandan Bridge-W, Kolonel Paulissen". Mungkin, kalau zaman sekarang serupa dengan gunting pita yang dilakukan oleh pemimpin. "Sebuah jembatan di atas Tjisenggaroeng yang dibangun dengan tempo yang singkat". Singkat? berarti sangat darurat atau sangat mendesak atau sangat penting. "Di bangoen oleh pasukan Genie Cie Army ke-16". Rupanya jembatan itu dibuat oleh tentara. Berarti, digunakan untuk kepentingan tentara: militer dan ekonomi.
Foto: Nationaal Archief |
Oh, di dalam mobil itu rupanya orang-orang penting yang memegang jabatan. "Sersan Van Hest menerima ucapan terima kasih dari Kolonel Paulissen". Laki-laki bertopi yang berdiri di depan semua prajurit dan komandan upacara menerima ucapan"Terima kasih".
Foto: Nationaal Archief |
Di waktu yang sama, pada 28 April 1948, setelah upacara pembukaan jembatan, pihak tertentu, mengadakan perayaan berupa panjat pinang. Menulis "Panjat pinang" teringat betul acara 17 Agustusan. Dimana masyarakat dengan antusiasnya menyambut hari lahir kemerdekaan dengan waja-wajah ceria, tetapi ada juga yang biasa-biasa saja. Panjat pinang, balap karung, lomba kelereng, lomba memasukkan paku ke dalam botol. Di instansi pendidikan: lomba cipta puisi, musikalisasi puisi, futsal, sepak bola, dan lain sebagainya.
Foto: Majalah Kuningan. |
Tahun lalu, penulis berkunjung ke salah satu peninggalan Belanda. Bendungan ini berada di desa Susukan sebelum jalan yang disebut bonjang-banjing. Bendungan yang dibangun sekitar tahun 90-an ini masih berdiri kokoh meskipun telah diperbaiki pada beberapa bagian. Bukan hanya peninggalan Belanda, di desa Susukan juga terdapat peninggalan pada zaman kerajaan, peninggalannya berupa sebuah yoni atau batu yoni. Pembahasannya bisa dibaca di tulisan yang berjudul Mengulas Peninggalan Masyarakat Prasejarah di desa Susukan.
Posting Komentar