Foto: Muhammad Septian. Mantan Ketua Osis SMAGAR. Seorang Fotografer alam yang suka menabung dan rajin sholat. Lihat karyanya di IG: sakatempo |
Menjelang senja, sekelompok anak muda yang menyebut dirinya "anak muda pahing" berduyun-duyun menjejaki jalan setapak menuju Curug Cikahuripan. Setelah beberapa waktu diam di rumah mereka lekas melepas penat di pelataran belantara Cikahuripan. Damai dan tenang jauh dari ingar-bingar kegaduhan: protes karena bantuan tidak adil, membela diri bahwa dirinya paling benar dan ada juga yang keukeuh merasa dirinya bisa terhindar dari virus. Hanya semakin menambah bosan tatkala berselancar di ponsel pintar.
Muhammad Septian tidak sendiri, ia sengaja mengajak anak-anak muda untuk mencintai alam lantas mensyukurinya. Selebihnya, ia hanya menghindari "celoteh" mulut-mulut manusia yang biasanya berkata "Buat apa ka leweung. Eweuh gawe". Seperti yang dikutip olehnya, "Capek tau, kalau hidup cuman buat memastikan orang lain tidak tersinggung, mending relax aja". Intinya, jangan merasa tidak enak dengan apa yang kamu lakukan, nikmati saja.
Mereka berasal dari desa Maleber, menggunakan beberapa sepeda motor untuk menuju desa Cikahuripan. Setelah sampai, motor dititipkan di pekarangan rumah warga. Kemudian mereka berjalan selama tiga puluh menit lamanya menuju tempat tujuan. Bernyanyi-nyanyi, tertawa dan mengobrol untuk mengisi kekosongan selama diperjalanan. Ah, seperti kembali lagi pada masa anak-anak.
Udara sejuk perlahan memeluk sekelumit jiwa yang tak utuh. Daun-daun pohon berjuntai mendayu mengikuti ketukan angin. Di lihatnya air jernih menghunjami bumi lekas ia menyentuhnya dengan suka cita. Sebagai mahasiswa yang hidup dalam keriuhan kota--alam, adalah satu-satunya tempat untuk melepas pekat. Tentang wanita yang dipujanya tak lekas ia miliki begitu saja, "Aku hanya tidak ingin merepotkan seseorang yang hanya sekadar menunggu rapinya masa depanku yang masih belepotan".
Penulis menambahkan, Curug Cikahuripan memiliki cerita rakyat yang harus diketahui oleh anak-anak muda zaman sekarang. Di kisahkan pada zaman dulu, dusun kecil bernama Cikahuripan terserang penyakit yang mematikan, bukan corona. Kala itu, masyarakat hanya bisa pasrah memanfaatkan hidup yang hendak pergi dari bumi. Kabar pelik itu sampai ke telinga Kuwu Sangkan, menurut cerita dari mulut kemulut, Kuwu Sangkan adalah putra makhkota Pangeran Pamanah Rasa. Nama asli dari Kuwu Sangkan adalah Prabu Kian Santang.
Mendengar kabar pelik yang menyukarkan masyarakat, Kuwu Sangkan lekas mendatangi dusun Cikahuripan. "Kekuatan hanya milik Allah SWT". Kemudian Kuwu sangkan bermunajat meminta petunjuk-Nya. Tak dinyana, tatkala ia berjalan-jalan sembari berikhtiar memikirkan obat untuk masyarakat, ia menemukan mata air yang disebut masyarakat "air Kabuyutan". Lantas ia mengambil air itu menggunakan sebuah wadah yang terbuat dari batok kelapa.
Atas izin Allah, air yang diminumkan oleh Kuwu Sangkan kepada masyarakat yang terkena penyakit itu dapat menyembuhkan masyarakat. Akhirnya, masyarakat yang dulu masih berpegang teguh kepada kepercayaan animisme, dengan sesuka hati mereka berbondong-bondong masuk agama yang dianut oleh kuwu sangkan yaitu Islam.
Septian dan kawan-kawan puas. Akhirnya, mereka pulang membawa dua hal: kebahagiaan dan pengetahuan. Dan, bosan tiba-tiba saja menghilang. Begitu
Posting Komentar