Monumen yang gagah tegap berdiri di depan kantor kepala desa itu dibuat dalam rangka mengenang bahwa desa Pamulihan pernah menjadi saksi bisu peristiwa dalam memperjuangkan tanah air.
Sekaligus, desa tersebut pernah menjadi markas atau kedudukan pasukan TNI terutama yang dipimpin Kapten Mahmud Pasha. Seorang kapten yang gagah nan berani itu yang menurut Ekadjati dkk menjadi prioritas utama bagi pasukan Belanda dalam penghancuran.
Masyarakat desa Pamulihan pun sangat dapat diandalkan untuk menjadi mata-mata pejuang Indonesia dan senantiasa mendukung penuh perjuangan pasukan Indonesia baik logistik maupun akomodasinya, tulis Ekadjati dkk dalam bukunya (1987).
"Di daerah inilah kami Tentara Republik Indonesia bersama-sama rakyat berjuang mempertahankan kemerdekaan dari aksi tentara Belanda demi Proklamasi 17 Agustus 1945." Tulisan pada bagian depan Tugu.
Monumen Perjuangan Pamulihan atau yang lebih familiar dikenal Tugu Bom dibuat menggunakan biaya pemerintah Kabupaten Kuningan pada 1976.
Bupati Karli Akbar kala itu turun langsung untuk meresmikan berdirinya Tugu Bom. Sang Kapten, Mahmud Pasha, dan para pejuang lainnya pun turut menyaksikan secara langsung. Sudah puluhan tahun tugu ini berdiri, menjadi bukti, dan diabadikan.
"Kutitipkan bangsa dan negara RI ini kepada Generasi Penerus, untuk mengisi kemerdekaan melalui pembangunan, yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Sesepuh Angkatan 45 Wilayah Cirebon H. Machmud D. Pasha. DHC Angkatan 45 Kabupaten DT II Kuningan Djadjang Sudirdja (Ketua Umum )."
Pada bagian belakang, mereka menitipkan bangsa Indonesia kepada generasi penerus untuk mengisi kemerdekaan melalui pembangunan. Pembangunan dalam arti yang luas tidak hanya jalan dan selokan.
Dua relief itu menggambarkan pada saat pasukan Belanda memborbardir pasukan TNI di desa Pamulihan dari darat dan udara. Kemudian, dilanjut dengan relief ketiga yang berisi, "Lanjutan Gerakan Rakyat Revolusi I 7 Agustus 1945, 17 Mei 1948." ini menggambarkan peristiwa pertempuran yang terjadi di sekitar desa Pamulihan pada masa revolusi kemerdekaan.
Relief terkahir adalah puncak yang berbentuk kuncup. Kuncup ini ditutupi oleh bekas bom yang tidak meletus tatkala serdadu Belanda menghujani desa Pamulihan dengan bom melalui udara.
Perencanaan membangun monumen ini dibuat atas saran dan pendapat dari Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Kabupaten Kuningan. Dan dalam pelaksanaannya, monumen ini dibangun oleh tukang-tukang yang berasal dari desa Susukan.
Posting Komentar