Mungkin, akan banyak makhluk bumi yang bernama manusia mengenal tentang kabupaten Kuningan. Dari mulai tempat wisata, kuliner, budaya, dan sejarahnya. Apalagi, jika para pemainnya berasal dari putra-putri Kuningan. Beuh! pokonamah. Atau mungkin, akan banyak lagi keuntungan-keuntungan yang tak terduga.
Kenapa kok Penari Cantik desa Ciherang?
Sebenarnya terserah mau cerita rakyat Kuningan yang mana yang mau diangkat ke ayar lebar [jika memang ada yang mau garap].
Alasan saya memilih kisah Penari Cantik itu karena nanti filmnya akan bergenre horor. Namun, meski horor, saya sendiri enggak suka film yang horornya seperti Kuntilanak jadi suster, bidan ngesot, atau sunder enggak bolong.
Menurut hasil survei SMRC (2019), yang digelar pada bulan Desember di 16 kota besar Indonesia, genre film nasional yang paling disukai anak muda Indonesia adalah komedi sebesar 70,6 persen, horor sebesar 66,2 persen, percintaan sebesar 45,6 persen dan laga sebesar 37,4 persen.
Kalau emang mau ada yang garap, saya usul, horornya yang lebih ke psikologis. Terserah alurnya gimana sutradara, yang jelas enggak si tokoh enggak berwujud hantu yang menyeramkan.
Horor psikologis itu kalau enggak salah seperti film The Lovely Bones, Split, Joker, Gone Girl, Black Swan, dan lain-lain.
Menurut Wikipedia, Horor psikologis adalah subgenre dari fiksi horor dan psikologis yang bergantung pada kondisi mental, emosional, dan psikologis untuk menakut-nakuti, mengganggu, atau meresahkan pembaca, penonton, atau pemain.
Meski sebenarnya kisah Penari Cantik [masih muda] tersebut menceritakan hantu yang meneror bayi perempuan yang baru lahir di desa Ciherang pada tahun 1920-an. Namun, sutradara bisa memoles alur ceritanya sedikit berbeda dari yang beredar di ingatan masyarakat.
Misal begini, [pura-pura saya sutradara], Penari cantik di desa Ciherang itu bernama Nyi Ratna Herang. Ia merupakan seorang penari/ronggeng kondang yang cantiknya ka bina-bina.
Singkat cerita, Nyi Ratna diundang ke sebuah pesta. Nah, ketika Nyi Ratna menari tiba-tiba ada dua orang jawara yang berebut untuk menari dengan Nyi Ratna.
Karena yang memperebutkan Nyi Ratna itu para jawara, sehingga terjadilah pertempuran sengit. Dalam kisah, Nyi Ratna terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Nah, saya [karena pura-pura sutradara] ingin merubah bahwa Nyi Ratna enggak terbunuh, melainkan membuat Nyi Ratna bertanya-tanya "Kenapa cantik itu menjadi luka?".
Ditambah lagi, hinaan dan iri dari wanita-wanita muda dan para istri. Kemudian wanita muda dan para istri itu berembuk untuk mengusir Nyi Ratna dari desa.
Diusirlah Nyi Ratna dari desanya.
Atas perlakuan yang enggak menyenangkan itu membuat hati Nyi Ratna bergejolak. Hatinya bergemuruh, rapuh, dan penuh amarah yang hanya disampaikan melalui air mata.
Kemudian, karena saking sakitnya merasakan hal tersebut, Nyi Ratna pun membulatkan tekad untuk membalas perbuatan yang telah mereka lakukan.
Masuk akal jika Nyi Ratna balas dendam. Sebagai orang yang sedari kecil enggak bersama orangtua [dan ia pun enggak mengetahui orangtuanya dimana] membuatnya selalu haus akan kasih-sayang dan selalu merasa kesepian.
(Akhir kisahnya enggak ditulis disini).
Tentunya, ini hanya obrolan santai. Jika memang dikisahkannya melalui media visual, pastinya, akan lebih keren lagi.
Posting Komentar